Demikian #Obsat ke-185 #TambangVsHutan. Terima kasih pada @Merah_Johansyah, @SantozAriego, Dian P, Vivien, Lies, dan @JuiPurwoto. pic.twitter.com/sM4hrQT5OC
— Obsat BeritagarID (@obsat) September 22, 2016
Demikian #Obsat ke-185 #TambangVsHutan. Terima kasih pada @Merah_Johansyah, @SantozAriego, Dian P, Vivien, Lies, dan @JuiPurwoto. pic.twitter.com/sM4hrQT5OC
— Obsat BeritagarID (@obsat) September 22, 2016
@JuiPurwoto ramaikan #Obsat ke-185 #TambangVsHutan pic.twitter.com/4ZIzyalTpm
— Obsat BeritagarID (@obsat) September 22, 2016
Belum ada perusahaan yg dikenai sanksi pidana padahal bekas lubang tambang mrk menyebabkan anak-anak meninggal. #Obsat #TambangVSHutan
— JARING (@JARING_) September 22, 2016
24 nyawa tewas di lubang tambang Kalimantan Timur, 15 nyawa warga melayang dilubang dan kawasan eks tmabang Samarinda, 14 di antara korban adalah usia anak-anak, 5 bulan ini sudah enam nyawa melayang akibat lubang tambang dan eks tambang. tiga di antaranya adalah anak-anak.
@Merah_Johansyah:Pertambangan di kawasan hutan lindung mayoritas tdk punya ijin pinjam pakai kawasan hutan (IPPKH) #Obsat #TambangVsHutan
— FWI (@fwindonesia) September 22, 2016
Selain pemerintah, perusahaan tambang, bank-bank yang membiayai tambang besar pun memiliki tanggung jawab atas kerusakan dan krisis moral yang disisakan.
44 persen daratan di Indonesia telah diberikan pada pertambangan. Yang mana hal ini telah merengut lingkungan hidup.
Tak sempat datang ke venue #Obsat ke-185: Komersialisasi Tambang vs Masa Depan Hutan Indonesia? Anda bisa menonton #LiveStream di kanal berikut.
Sanksi administratif gunanya hanya untuk pencegahan. Upaya pencabutan izin lingkungan adalah langkah terakhir. #obsat #tambangVShutan
— Retno Palupi (@paalll) September 22, 2016
Alam bukan culture. Alam adalah nature yang secara alami ada dan harus dirawat. Maka ketika berbicara mengenai kerusakan, kesadaran adalah hal yang penting.
Jadi, baik perusahaan maupun pemerintah memiliki tanggung jawab yang sama dalam menjaga kelestarian lingkungan.
Mengenai penambangan, pemerintah telah mengatur mulai dari hulu atau perencanaan hingga hal-hal yang menyertainya.
Karena lingkungan memiliki daya dukung dan daya tampung yang mana apabila suatu lingkungan sudah tidak memenuhi daya dukung dan daya tampung seharusnya tidak diberikan izin untuk menambang di daerah tersebut.
Perusahaan bukan satu-satunya yang dapat disalahkan atas perusakan lingkungan. Pihak-pihak yang memberikan izin pun harus lebih selektif.
Memang tidak sedikit benda yang digunakan sehari-hari berasal dari tambang. Namun permasalahannya adalah bagaimana menambang tanpa harus merusak lingkungan hidup.
Perempuan & anak jd korban krisis ekologi. Pernikahan dini, penyebaran HIV tinggi di daerah krisis ekologi.#Obsat #TambangVSHutan
— Fransisca R Susanti (@frsusanti) September 22, 2016
Masalah tambang jg hrs dilihat dr kacamata sosial. Semakin tinggi masalah lingkungan, masalah sosial semakin banyak. #Obsat #TambangVSHutan
— Aksi SETAPAK (@AksiSETAPAK) September 22, 2016
Kajian dampak lingkungan sebtulnya diakomodir dalam AMDAL. Namun tadi, AMDAL masih dijalankan sebatas prosedural #TambangVSHutan #Obsat
— PWYPIndonesia (@PWYP_INDONESIA) September 22, 2016
Tak sempat datang ke venue #Obsat ke-185: Komersialisasi Tambang vs Masa Depan Hutan Indonesia? Anda bisa menonton #LiveStream di kanal berikut.
Mengenai dampak sosial sendiri, Vivien dari KLHK menjelaskan bahwa hal tersebut sebenarnya sudah ditetapkan pula dari AMDAL.
Selain itu, perlu juga diperhatikan konflik sosial, perkawinan anak, masalah penyakit, dan kekerasan seksual sebagai dampak tidak langsung dari perusakan lingkungan.
Lies Marcoes: krisis lingkungan hidup (contoh: kehilangan tmpt tinggal) adalah akar dr masalah2 sosial. #Obsat #TambangVSHutan
— Aksi SETAPAK (@AksiSETAPAK) September 22, 2016
Secara statistik daerah di mana terjadi krisis lingkungan memiliki tingkat pernikahan yang tinggi. Ini menjadi bukti bahwa perusakan lingkungan tidak hanya memengaruhi lingkungan itu sendiri tapi juga berpengaruh pada krisis sosial dan gender.
KLHK memiliki wewenang untuk menghentikan sementara dan langsung penambang yang membahayakan lingkungan dan masyarakat sekitarnya.
Dari 11ribu perusahaan tambang, hampir 70% tidak bayar royalti. Dian Patria #Obsat #TambangVsHutan
— Obsat BeritagarID (@obsat) September 22, 2016
Ada juga IUP yg sudah dicabut, namun masih beroperasi di lapangan (contoh kasus di Kaltim) #TambangVSHutan #Obsat
— PWYPIndonesia (@PWYP_INDONESIA) September 22, 2016
Soal komersialisasi tambang dan hutan, penindakan butuh waktu dan keterbukaan pemerintah. Dian perwakilan KPK #Obsat #TambangVsHutan
— Obsat BeritagarID (@obsat) September 22, 2016
"Keluarnya AMDAL yg ga pas, pasti ada sesuatu di belakang (ga normal). @KPK_RI pny kewenangan utk investigasi." #Obsat #TambangVSHutan
— ICW (@antikorupsi) September 22, 2016
Dalam menyelesaikan masalah yang ada, KLHK berharap dapat bekerja sama dengan KPK untuk dapat menindak tidak hanya berasarkan jaminan reklamasi namun juga dari mana izin tersebut diturunkan. Karena pada praktiknya, menurut Vivien dari KLHK, tidak sedikit izin yang turun untuk daerah yang seharusnya tidak dijadikan daerah pertambangan.
KLHK memberi sanksi administratif penutupan tambang sementara pada 2 perusahaan tambang krn adanya korban meninggal #TambangVSHutan #Obsat
— PWYPIndonesia (@PWYP_INDONESIA) September 22, 2016
KLHK memiliki wewenang, tidak hanya mengawasi, tapi jug melakukan tuntutan apabila terdapat laporan perusakan lingkungan. Laporan tersebut didapat dari masyarakat yang dapat diadukan melalui beragam media. Salah satunya menggunakan aplikasi WhatsApp.
Meski pemegang IUP sudah membayar dana jaminan reklamasi dan pasca tambang, bukan berarti bs menambang seenaknya. Vivien KLHK #Obsat
— Obsat BeritagarID (@obsat) September 22, 2016
Namun ketika perusahaan tambang mendapatkan jaminan reklamasi, bukan berarti perusahaan tersebut berhak memperlakukan lingkungan semaunya. Karena kegiatan usaha tambang harus sesuai dengan persyaratan di AMDAL.
Setiap perusahaan tambang harus memiliki izin lingkungan yang berasal dari AMDAL (Analisis Mengenai Dampak Lingkungan) yang isinya mengenai hal-hal yang harus dipenuhi saat dilingkungan, baru kemudian mendapatkan IUP dan jaminan reklamasi.
Pembicara malam ini, Arie (@santozariego), Fade2Black, menjelaskan mengenai salah satu hal yang membanggakan dari Indonesia adalah Orang Utan. Di belahan dunia manapun, Orang Utan tetaplah Orang Utan. Namun demikian, saat ini habitat tempat tinggal Orang Utan semakin terbatas. Tidak hanya habitat, Orang Utan pun diburu.
Tak sempat datang ke venue #Obsat ke-185: Komersialisasi Tambang vs Masa Depan Hutan Indonesia? Anda bisa menonton #LiveStream di kanal berikut.
Berkolaborasi dengan Setapak, Obsat ke-185: Komersialisasi Tambang vs Masa Depan Hutan Indonesia antara lain akan membahas pelaksanaan reklamasi dan reforestasi yang buruk dan masih menjadi masalah bagi perhutanan dan pertambangan. Dengan komersialisasi tambang yang terjadi saat ini, bagaimana masa depan hutan Indonesia?
Kicaukan kehadiran Anda di Obsat ke-185 malam ini lewat tagar #Obsat dan #TambangVsHutan
— Obsat BeritagarID (@obsat) September 22, 2016
Dengan dimoderatori oleh Iqbal Prakasa dari Beritagar.id, Obsat ke-185: Komersialisasi Tambang vs Masa Depan Hutan Indonesia, menghadirkan narasumber Rasio Ridho Sani (Dirjen Penegakan Hukum KLHK), Dian Patria (Koortim SDA Litbang KPK), Lies Marcoes-Natsir (Penulis & Pegiat Gender), Merah Johansyah (Koordinator JATAM Nasional), Arie (@santozariego) (Fade2Black), Jui Purwoto (@JuiPurwoto) (Stand Up Comedian)