Terima kasih atas para hadirin dan narasumber yang datang ke #Obsat ke-205: Memutar Rupiah di Saat Susah. Sampai jumpa di Obsat berikutnya. pic.twitter.com/EMW5w4z0Az
— Obsat BeritagarID (@obsat) September 27, 2018
Terima kasih atas para hadirin dan narasumber yang datang ke #Obsat ke-205: Memutar Rupiah di Saat Susah. Sampai jumpa di Obsat berikutnya. pic.twitter.com/EMW5w4z0Az
— Obsat BeritagarID (@obsat) September 27, 2018
Quote yang dibacakan oleh moderator ini sekaligus menutup #Obsat ke-205,
— Obsat BeritagarID (@obsat) September 27, 2018
“The best investment you can make, is an investment in yourself.”
Investasi yang baik adalah diri anda sendiri.
Mendukung ekonomi kreatif dapat mendukung industri lain yang berhubungan. Hal itulah yang dapat dilakukan milenial untuk berkontribusi dalam menghadapi krisis ekonomi.
5. Mindset apa yang harus dimiliki milenial secara makro untuk menghadapi krisis ekonomi?
- mengupgrade literasi digital (eCommerce di Indonesia hanya 15%)
- fokus kepada ekonomi digital di Indonesia agar tidak kabur ke negara lain
- planning jangka panjang yang komit dari pemerintah
- start-up yang fokus terhadap industri (menciptakan barang), bukan hanya menjual jasa
Kemampuan menabung itu tak dipengaruhi kondisi ekonomi. Tetapi bagaimana dengan gaya hidup. 10% itu jumlah minimum, kalau bisa lebih kenapa enggak?@mrshananto #Obsat
— Obsat BeritagarID (@obsat) September 27, 2018
Kondisi keuangan yang sehat dan kuat tidak muncul di media sosial seseorang - Ligwina Hananto
Kondisi keuangan yang sehat dan kuat dapat membuat seseorang menghadapi kondisi krisis apa pun yang terjadi - Ligwina Hananto
Kemampuan ekonomi tidak mempengaruhi cara menabung seseorang, tapi gaya hidup lah yang mempengaruhi cara menabung seseorang - Ligwina Hananto
Bhima Yudhistira mengatakan, dua bulan lagi, November-Desember, inflasi akan naik. Namun satu hal yang akan imun terhadap kondisi ekonomi adalah ekonomi digital dan ekonomi kreatif. Selain itu leisure-economy atau ekonomi jalan-jalan akan jadi backbone untuk menghadapi krisis ekonomi nantinya.
Menurut data yang dikumpulkan oleh Bhima Yudhistira, selambat-lambatnya 2020 akan terdapat krisis ekonomi secara global.
Pensiunan harus mempunyai aset. Bukan hanya mencari untung, tetapi untuk kondisi keuangan yang berkesinambungan. Bisa dalam bentuk: bisnis, properti, atau surat berharga. #Obsat @mrshananto
— Obsat BeritagarID (@obsat) September 27, 2018
4. Mengapa para pengusaha lebih memilih memarkir devisa di bank Singapura ketimbang di Indonesia?
- modifikasi banking seperti wealth management/private banking tidak terdapat di Indonesia, padahal hal tersebut dibutuhkan para pelaku usaha
- konsistensi kebijakan di Indonesia tak seperti Singapura yang sangat konsisten, sehingga investor lebih suka menanam uangnya di Singapura
3. Mengapa Indonesia masih tergantung dengan dolar Amerika?
- 90% transaksi perdagangan internasional menggunakan dolar
- cadangan devisa rupiah harus sangat besar dan kuat untuk dapat menentukan sendiri nilai rupiah terhadap dolar
1. Dapatkah Indonesia menyetop depresiasi rupiah terhadap dolar?
Bukan depresiasi rupiah yang ditakutkan, namun volatilitas rupiah. Paling penting adalah stabilitas rupiah dimana para pelaku usaha dapat bernafas lega meski dengan nilai rupiah yang berubah.
Yang bisa dilakukan masyarakat untuk berkontribusi terhadap rupiah adalah membeli instrumen surat utang pemerintah yang hingga kini 40% masih dimiliki oleh asing.
2. Apakah instrumen investasi yang tepat untuk pensiunan dalam kondisi ekonomi saat ini?
Pensiunan harus mempunyai aset yang berikan nilai seperti gaji terakhir. Bukan hanya mencari untung, tetapi untuk kondisi finansial yang berkesinambungan. Yaitu:
a. bisnis
b. properti
c. surat berharga
Menurut Bloomberg, Indonesia adalah negara no.6 yang rentan mengalami krisis. #Obsat Bhima Yudhistira pic.twitter.com/5Ckmd50qDe
— Obsat BeritagarID (@obsat) September 27, 2018
Penjelasan yang menarik dari Ligwina Hananto telah berakhir dan berlanjut pada sesi tanya jawab.
Sehat dalam kondisi keuangan ada ukurannya:
1. Menabung minimal 10% dari penghasilan bulanan
2. Maksimal cicilan adalah 30% dari penghasilan bulanan
3. Memiliki dana darurat yang dapat digunakan saat tidak punya pekerjaan
Kondisi keuangan yang kuat, sehat, dan kesinambungan adalah tujuan utama dari mengatur keuangan.
Selama dolar tidak mempengaruhi kehidupan sehari-hari seseorang, dimana orang tersebut masih bekerja, maka kondisi finansial seseorang masih dapat diatur.
Dalam perencanaan keuangan, dalam kondisi apapun (termasuk depresiasi rupiah terhadap dolar), adalah kondisi keuangan yang sehat.
Kelompok menggunakan dolar:
1. currency yang digunakan adalah dolar
2. penggunaan dolar untuk jangka panjang (seperti traveling, simpanan untuk anak sekolah di masa depan)
3. orang kaya (kekayaan mengendap minimal Rp5 miliar
Setelah penjelasan sangat detail mengenai kondisi ekonomi oleh Bhima Yudhistira, kini giliran Ligwina Hananto yang akan sharing soal mengatur keuangan di saat susah.
Ketergantungan impor pangan juga membuat permintaan dolar naik secara musiman. #Obsat Bhima Yudhistira pic.twitter.com/UM4xpP9YpO
— Obsat BeritagarID (@obsat) September 27, 2018
Mengatasi melemahnya nilai rupiah:
1. Tantangan suku bunga acuan the FED, kebijakan Pre-Emptives BI dianggap sudah tepat. Meskipun ada efek negatif pada sektor real
2. Menggenjot devisa wisata
Milenial yang mempunyai gaya hidup sehat dengan mengganti nasi dengan gandum sebagai pangan pokoknya, sebabkan impor gandum semakin deras dan berpengaruh pada melemahnya rupiah. Tak bisa terus menerus 'blaming' pemerintah sementara gaya hidup milenial juga menjadi salah satu 'dosa' penyebab melemahnya nilai rupiah terhadap dolar.
Impor gandum kini merupakan salah satu yang membuat pelemahan rupiah secara struktural (satu dari sekian jenis pangan yang diimpor).
Semakin tinggi ekspor, semakin Indonesia dapat memperbaiki kondisi ekonomi. Namun, sebenarnya, konversi ke rupiah dari dana yang terparkir di luar negeri (sebagai contoh: Singapura), hanya 15%.
Di Indonesia, penyebab defisit berjalan yang terjadi saat ini adalah:
1. Penggunaan BBM yang berlebihan sehingga membuat Indonesia membutuhkan lebih banyak BBM
2. Penggunaan jasa, seperti pelancongan ke luar negeri juga mempengaruhi, dimana para pejalan butuh menukarkan rupiah dengan US$
Ekonom INDEF Bhima Yudhistira, sejak tahun 1967 sudah terjadi tren depresiasi Rupiah. pic.twitter.com/uenbdaxrkO
— Obsat BeritagarID (@obsat) September 27, 2018
Bukan hanya Indonesia, negara-negara Asia bahkan termasuk Korea Selatan juga terdampak depresiasi mata uangnya terhadap dollar Amerika. Kecuali Singapura, yang masih kuat terhadap nilai US$.
Dari 1967, tren depresiasi rupiah memang terjadi, siapapun rezim yang berkuasa di Indonesia. Ditambah lagi dengan faktor eksternal yang terjadi selama perjalanan hingga tahun ini.
Faktor penyebab rupiah yang semakin berantakan ada dua, yaitu faktor eksternal dan internal.
Faktor eksternal:
1. Selama Presiden AS masih Donald Trump yang sedang melunasi janji politiknya, menguatkan nilai dollar hingga kini
2. Suku bunga The Fed yang kian naik juga membuat investor 'lari' dari negara-negara berkembang dan melabuhkan uangnya kembali ke AS
Ramai rupiah yang tak lagi kuat menyebabkan beragam harga barang kebutuhan naik, terutama barang impor seperti skincare. Maupun tiket pesawat.
Para narasumber dan moderator telah hadir, sebentar lagi Obsat ke-205: Memutar Rupiah di Saat Susah akan segera dimulai lho. Yuk segera merapat ke venue GoWork, FX Sudirman Lt. F7.
Ngobrol bareng @mrshananto,
— Obsat BeritagarID (@obsat) September 27, 2018
salah satu narsum #Obsat malam ini. pic.twitter.com/zOj2eIm1Ve
10 menit lagi acara Obsat ke-205: Memutar Rupiah di Saat Susah akan dimulai. Buat kamu yang masih belum sampai venue GoWork, FX Sudirman Lt. F7, kami masih menunggu.
Untuk Anda yang masih di perjalanan, #Obsat ke-205: Memutar Rupiah di Saat Susah menanti di GoWork, FX Sudirman Lt F7. pic.twitter.com/d4ozcOfv6Q
— Obsat BeritagarID (@obsat) September 27, 2018
Dengan dimoderatori oleh Elisa Valenta (Editor Beritagar.id), Obsat ke-205: Memutar Rupiah di Saat Susah, menghadirkan narasumber yang kompeten di bidangnya, yaitu Ligwina Hananto (Founder & CEO QM Financial, Financial Trainer) dan Bhima Yudhistira (Ekonom Institute Development of Economics and Finance).